Kamis, 31 Desember 2009

Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan?

Adalah sebuah hal menarik untuk didiskusikan tentang bagaimana zakat turut berperan menyelesaikan kemiskinan yang di negeri ini dari hari ke hari tidak berkurang bahkan cenderung bertambah.
Menurut hemat saya, zakat adalah solusi bagi penyelesaian kemiskinan. Konsepsi Islam tentang zakat menempatkannya sebagai salah satu rukun didalam agama yang mulia ini. Pemahaman rukun adalah asas, pondasi, dasar bagi peletakan kehidupan terutama umat Islam menuju kemakmuran baik di dunia maupun di akherat. Zakat memiliki kandungan dan peran besar untuk mewujudkan cita-cita Islam beserta umatnya menuju kehidupan yang sejahtera. Sejarah mencatat bahwa zakat pernah mencapai kegemilangannya saat Daulah Bani Umayyah (41-127)H tepatnya pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis (99–101)H memerintah dimana umat Islam kaya saat itu kesulitan menyalurkan zakatnya dikarenakan kemiskinan sudah tidak ditemukan lagi.

Namun zaman berlalu dan kini kita kehilangan sesuatu yang besar dari peran zakat dan yang muncul adalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan dari sebagian besar umat Islam. Kenapa zakat tidak mampu tampil ke depan menjadi garda dalam solusi terhadap kemiskinan? Ternyata kita menemukan banyak faktor kendala, diantaranya adalah paradigma (pemahaman) kita tentang fiqh zakat yang relatif stagnan (mandeg).

Pemahaman fiqh kita tentang zakat hanya mengaitkan zakat sebagai ibadah (ritual) yang mencukupkan diri sebagai urusan pribadi sang hamba dengan sang pencipta. Zakat tidak maksimal dipandang sebagai tidak saja ibadah tetapi juga fungsi sosial & ekonomi atau dengan kata lain zakat sebagai ibadah maaliyah ijtima’iyyah, yaitu memiliki peran strategis didalam pemberdayaan sosial & ekonomi masyarakat. Fiqh zakat harus menyentuh kepada persoalan kemiskinan, obyek zakat (al amwal az zakawiyyah) harus senantiasa digali seiring dengan perkembangan dan kemajuan perekonomian modern, peran strategis amil harus terus digugah agar maksimal, demikian juga kontektualisasi mustahik sebagai sasaran penerima zakat harus terus dikaji sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat.

Disamping itu, leadership dan menajemen pengelolaan zakat harus memasuki wilayah kesungguhan negara untuk menjadikan zakat sebagai salah satu sumber penerimaan negara melihat potensinya yang besar sekaligus melaksanakan amanah undang-undang dasar 1945 tentang tugas negara terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Oleh karena itu, kita bisa melihat peran strategis zakat itu adalah:

1. Capital, menurut penelitian yang dilakukan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy) bahwa potensi zakat di Indonesia berkisar 19 – 20 triliun per-tahun, sebuah modal yang cukup bagi pembangunan masyarakat dan jumlah itu akan semakin besar seiring meningkatnya kesadaran umat islam tentang zakat dan kemampuan fiqh untuk mendiskripsikan jenis-jenis usaha / penghasilan baru yang dimasukkan sebagai obyek zakat.
2. Social Justice, pelaksanaan zakat membangkitkan keadilan sosial di tengah masyarakat disamping karena munculnya sumber-sumber penerimaan zakat dari jenis-jenis penghasilan baru juga karena zakat diberdayakan untuk kepentingan faqir-miskin yang ditunaikan oleh orang-orang kaya ditengah-tengah mereka.
3. Social Equilibrium, kesetimbangan sosial yang dibangun oleh zakat menjadikan faqir mendapat bagiannya yang diperoleh dari sebagian kekayaan orang–orang kaya yang ada disekitarnya sehingga kesenjangan sosial tidak terpaut tinggi.
4. Social Guarantee, masyarakat merasa mendapat jaminan ketika zakat bisa diwujudkan dalam bentuknya sehingga faqir miskin tidak perlu khawatir untuk berobat atau mendapatkan pelayanan pendidikan karena tiadanya uang jaminan misalnya.
5. Social Safety, sesungguhnya dengan terhimpunnya dana zakat yang besar disamping sebagai modal pembangunan, juga bermanfaat bagi dana siaga yang siap digunakan setiap saat terutama terhadap kejadian-kejadian diluar dugaan baik bencana alam, kebakaran, banjir dan lain-lain.
6. Social Insurance, zakat memberi ruang harapan bagi masa depan terutama kelompok faqir miskin akan kesejahteraannya di hari tuanya. Kalau kelompok kaya bisa merencanakan masa depan karena adanya kekayaan yang ada ditangannya, bagaimana dengan kaum miskin akan harapan masa depannya.

Zakat menjawab harapan mereka untuk diberi asuransi bahkan disaat-saat usia senjanya kaum faqir miskin. Dihadapan-NYA semua sama dan berhak mendapat kesejahteraan yang setara, itulah yang kita pahami sebagai tujuan syariat (maqasidus syar’i) zakat sekaligus cita-cita Islam terhadapat rukun Islam ketiga yang mulia ini, yaitu az zakah. Dan, perjuangan kita semua ternyata masih panjang, semoga Allah menyampaikan ikhtiar kita semua. Wallohu’alam. (Moch. Arief)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar