Kamis, 31 Desember 2009

Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan?

Adalah sebuah hal menarik untuk didiskusikan tentang bagaimana zakat turut berperan menyelesaikan kemiskinan yang di negeri ini dari hari ke hari tidak berkurang bahkan cenderung bertambah.
Menurut hemat saya, zakat adalah solusi bagi penyelesaian kemiskinan. Konsepsi Islam tentang zakat menempatkannya sebagai salah satu rukun didalam agama yang mulia ini. Pemahaman rukun adalah asas, pondasi, dasar bagi peletakan kehidupan terutama umat Islam menuju kemakmuran baik di dunia maupun di akherat. Zakat memiliki kandungan dan peran besar untuk mewujudkan cita-cita Islam beserta umatnya menuju kehidupan yang sejahtera. Sejarah mencatat bahwa zakat pernah mencapai kegemilangannya saat Daulah Bani Umayyah (41-127)H tepatnya pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis (99–101)H memerintah dimana umat Islam kaya saat itu kesulitan menyalurkan zakatnya dikarenakan kemiskinan sudah tidak ditemukan lagi.

Namun zaman berlalu dan kini kita kehilangan sesuatu yang besar dari peran zakat dan yang muncul adalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan dari sebagian besar umat Islam. Kenapa zakat tidak mampu tampil ke depan menjadi garda dalam solusi terhadap kemiskinan? Ternyata kita menemukan banyak faktor kendala, diantaranya adalah paradigma (pemahaman) kita tentang fiqh zakat yang relatif stagnan (mandeg).

Pemahaman fiqh kita tentang zakat hanya mengaitkan zakat sebagai ibadah (ritual) yang mencukupkan diri sebagai urusan pribadi sang hamba dengan sang pencipta. Zakat tidak maksimal dipandang sebagai tidak saja ibadah tetapi juga fungsi sosial & ekonomi atau dengan kata lain zakat sebagai ibadah maaliyah ijtima’iyyah, yaitu memiliki peran strategis didalam pemberdayaan sosial & ekonomi masyarakat. Fiqh zakat harus menyentuh kepada persoalan kemiskinan, obyek zakat (al amwal az zakawiyyah) harus senantiasa digali seiring dengan perkembangan dan kemajuan perekonomian modern, peran strategis amil harus terus digugah agar maksimal, demikian juga kontektualisasi mustahik sebagai sasaran penerima zakat harus terus dikaji sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat.

Disamping itu, leadership dan menajemen pengelolaan zakat harus memasuki wilayah kesungguhan negara untuk menjadikan zakat sebagai salah satu sumber penerimaan negara melihat potensinya yang besar sekaligus melaksanakan amanah undang-undang dasar 1945 tentang tugas negara terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Oleh karena itu, kita bisa melihat peran strategis zakat itu adalah:

1. Capital, menurut penelitian yang dilakukan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy) bahwa potensi zakat di Indonesia berkisar 19 – 20 triliun per-tahun, sebuah modal yang cukup bagi pembangunan masyarakat dan jumlah itu akan semakin besar seiring meningkatnya kesadaran umat islam tentang zakat dan kemampuan fiqh untuk mendiskripsikan jenis-jenis usaha / penghasilan baru yang dimasukkan sebagai obyek zakat.
2. Social Justice, pelaksanaan zakat membangkitkan keadilan sosial di tengah masyarakat disamping karena munculnya sumber-sumber penerimaan zakat dari jenis-jenis penghasilan baru juga karena zakat diberdayakan untuk kepentingan faqir-miskin yang ditunaikan oleh orang-orang kaya ditengah-tengah mereka.
3. Social Equilibrium, kesetimbangan sosial yang dibangun oleh zakat menjadikan faqir mendapat bagiannya yang diperoleh dari sebagian kekayaan orang–orang kaya yang ada disekitarnya sehingga kesenjangan sosial tidak terpaut tinggi.
4. Social Guarantee, masyarakat merasa mendapat jaminan ketika zakat bisa diwujudkan dalam bentuknya sehingga faqir miskin tidak perlu khawatir untuk berobat atau mendapatkan pelayanan pendidikan karena tiadanya uang jaminan misalnya.
5. Social Safety, sesungguhnya dengan terhimpunnya dana zakat yang besar disamping sebagai modal pembangunan, juga bermanfaat bagi dana siaga yang siap digunakan setiap saat terutama terhadap kejadian-kejadian diluar dugaan baik bencana alam, kebakaran, banjir dan lain-lain.
6. Social Insurance, zakat memberi ruang harapan bagi masa depan terutama kelompok faqir miskin akan kesejahteraannya di hari tuanya. Kalau kelompok kaya bisa merencanakan masa depan karena adanya kekayaan yang ada ditangannya, bagaimana dengan kaum miskin akan harapan masa depannya.

Zakat menjawab harapan mereka untuk diberi asuransi bahkan disaat-saat usia senjanya kaum faqir miskin. Dihadapan-NYA semua sama dan berhak mendapat kesejahteraan yang setara, itulah yang kita pahami sebagai tujuan syariat (maqasidus syar’i) zakat sekaligus cita-cita Islam terhadapat rukun Islam ketiga yang mulia ini, yaitu az zakah. Dan, perjuangan kita semua ternyata masih panjang, semoga Allah menyampaikan ikhtiar kita semua. Wallohu’alam. (Moch. Arief)

Miskin Karena Bersedekah?



Tidak ada alasan bagi orang beriman untuk enggan bersedekah. Sebab, kendati terasakan berat, bersedekah merupakan ciri paling kentara dari keimanan yang sahih. Untuk bersedekah, seseorang harus mampu mengalahkan perasaan owel (rasa kepemilikan) karena mengikhlaskan sebagian rezekinya untuk pihak lain. Jika tidak karena adanya keyakinan yang mantap atau harapan keuntungan yang kekal di akhirat kelak, sungguh seseorang akan enggan bersedekah.


Berbeda dengan amalan lain sebagai ciri keimanan yang sahih seperti shalat dan puasa. Pada kedua amalan yang lebih bersifat individual ini tidak perlu ada rasa bekorban kepemilikan, cukup dengan bekorban waktu selain kemauan. Untuk bersedekah ini sungguh terasakan lebih berat sehingga akan lebih jarang diamalkan dibandingkan dengan shalat dan puasa. Oleh karena itu, sekalipun seseorang sudah menjalankan shalat dan puasa tetap perlu dipertanyakan keimanan sahihnya jika yang bersangkutan masih tetap enggan bersedekah.
Dalam sejarah Islam kita kenal Fatimah Az-Zahra ra yang ikhlas bersedekah seuntai kalung warisan kepada musafir yang kehabisan bekal dan tiga hari tidak makan karena tidak ada lagi barang yang layak dijual. Dengan kalung tadi si musafir menjadi cukup bekal setelah menjualnya kepada Abdurrahman bin Auf ra.
Tetapi, begitu mengetahui keikhlasan Fatimah dalam bersedekah, segera Abdurrahman menghadiahkan kalung tadi kepada Nabi saw, ayahanda Fatimah, pemilik awalnya. Bisa ditebak, akhirnya kalung itu pun kembali ke tangan Fatimah setelah melewati tiga orang sebagai hadiah dan tercatat sebagai amalan sedekah.
Sungguh, bersedekah secara ikhlas akan mendapatkan ganti. Ini tidak saja ada dalam tarikh terdahulu. Dalam kehidupan nyata di lingkungan kita pun demikian halnya. Orang yang banyak bersedekah justru rezekinya melimpah, kehormatannya tinggi, dan harta kepemilikannya diakui bahkan dijaga keselamatannya oleh orang lain.
Agaknya belum pernah tercatat orang yang banyak bersedekah berakibat miskin. Sungguh dengan bersedekah kekayaannya bertambah, berlipat. Ibarat orang mendapat mangga, maka yang dimakan cukup dagingnya sedangkan bijinya harus disisihkan, ditanam hingga kelak akan menjadi pohon yang berlipat-lipat buahnya.
Untuk bersedekah, tidak ada ketentuan jenis barangnya (QS 2:267), tidak juga ditentukan jumlahnya (QS 3:134), tidak pula sasaran penggunaannya (QS 2:215). Artinya, benar-benar terserah sesuai kondisi orangnya. Itu jika bersedekah harta. Bagaimana jika kita kekurangan harta benda?
Hadis Nabi riwayat Bukhari-Muslim menyebutkan bahwa bisa juga bersedekah tanpa materi. Berzikir, berdakwah, mendamaikan perseteruan, berkata yang baik, membuang duri dari jalanan, membawakan beban orang lain, bahkan tersenyum pun bisa bermakna sedekah. Masihkah kita enggan bersedekah setelah kita mengaku beriman sahih? Wallahu a'lam bish shawab (sumber: republika.online.com)

Hidup itu Perjuangan

Disuatu siang seorang pedangan asongan sedang istirahat di sebuah taman kota.Sambil menikmati semilir angin, matanya tertuju pada selembar daun yang ujungnya terdapat bungkusan kecil yang berwarna putih kecoklatan-coklatn.Baru kali ini pemuda itu mengamati secara serius fenomena kepompong yang waktu di desanya dahulu dapat di jumpai kapan saja.
Sudah sepuluh menit ia mengamati bungkusan kecil yang terus bergerak-gerak itu.Ia berfikir, alangkah beratnya perjuangan anak kupu-kupu yang berada dalam kepompong itu.Ia membayangkan, bagaimana kupu-kupu itu harus keluar dari lubang kecil yang besarnya tak melebihi lubang jarum itu?
Tak sabar, dan atas nama rasa ‘kasihan’ pengasong itu akhirnya mengeluarkan gunting kecil disakunya, lalu memotong ujungnya.Dalam hitungan detik, kupu-kupu itu keluar dari kepompong dalam bentuk tubuh gembrot dan sayap berkerut.Ia tunggu kupu-kupu itu terbang mengepakkan sayapnya.Tapi harapan tinggal harapan, sang kupu hanya bisa bergerak-gerak di tanah karena badannya terlalu gemuk dan sayapnya mengkerut, tidak mengembang.Hidup adalah kerja keras dan perjuangan.Siapa pun yang mengharapkan kesuksesan, harus merasakan terlebih dahulu pahit getirnya perjuangan dan beratnya kerja keras. Yang dimaksud kerja keras bukan sekedar membanting tulang dan memeras keringat, tapi di dalamnya juga terkandung pengertian memeras pikiran dan mengolah perasaan.Potensi fisik, akal, hati, dan ruhani didayagunakan seoptimal mungkin untuk meraih harapan dan cita-cita.Ditambah dengan doa dan tawakkal, insya Allah kesuksesan telah menunggu.
Setiap anak lahir diiringi dengan tetesan darah ibunya.Itu artinya, setiap anak manusia harus berjuang, bekerja keras, dan mau berkorban.Tidak ada yang gratis, tidak ada yang instand.Hidup kita baru memiliki arti jika ada keringat yang kita kucurkan.Ada air mata menetes.Jika perlu, ada darah yang keluar.
“Tidak sama antara Mukmin yang duduk-duduk (tidak ikut berperang) sedang ia tidak uzur dengan orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya.” (AnNisaa 4:95).
Dalam kehidupan nyata, betapa banyak kesalahan seperti yang dilakukan pedangan asongan tadi di atas.Masih banya orang tua yang tidak mau mendidik anaknya kerja keras dan kerja cerdas, tapi berharap anaknya sukses dikemudian hari.
Sudah dapat diduga, apa akibatnya jika”putra mahkota” diserahi kedudukan yang tinggi di perusahaan atau lembaga pendidikan atau di sebuah organisasi politik dan massa, semata-mata hanya karena dia adalah putra mahkota.Bukan karena kompetensi, kapasitas, dan kapabilitasnya.
Bersyukurlah jika saat ini kita sedang ditempa keadaannya, diuji oleh kondisi, dan dipaksa oleh nasib.Saatnya bagi kita untuk membuktikan bahwa janji Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWY) itu benar.Kita bekerja keras, berjuang, bersungguh-sungguh melakukan perubahan.Pantang mengeluh, pantang putus asa, dan pantang menyerah.
Meta dan morphe, demikian asal kata metamorfosis yang diambil dari bahasa Yunani untuk menunjukkan arti perubahan yang terjadi pada seekor kupu-kupu.Suatu perubahan menjadi lebih baik dari sebelumnya.Dari seekor ulat, menjadi kepompong, lalu berubah menjadi kupu-kupu.Perubahan semacam inilah yang dikehendaki oleh islam dengan istilah hijrah.

Terimalah Hidup Ini Sebagaimana Adanya

Kenikmatan hidup itu singkat saja, bahkan sering kali diikuti oleh penderitaan. Hidup berarti tanggung jawab, sebuah perjalanan di mana perubahan terus berjalan dan kesulitan demi kesulitan datang silih berganti.
Anda tidak akan mendapatkan seorang ayah, ibu, atau teman yang terbebas dari masalah.Allah telah menghendaki dunia ini dipenuhi oleh dua hal yang selalu berlawanan, yaitu kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan, kebahagiaan dan kesengsaraan.Dengan demikian, kebaikan, kebenaran dan kebahagiaan adalah untuk surga, sedang untuk kejahatan, kesalahan dan kesengsaraan adalah untuk neraka
Rasulullah SAW, bersabda:
“Dunia ini bersama dengan segala isinya mendapatkan kutukan, kecuali, mengingat Allah, apa yang mengikutinya (perbuatan baik dan apapun yang Allah ridhai), orang-orang berilmu serta orang yang menuntut ilmu.”
Jadi hiduplah anda sesuai dengan realitas anda tanpa harus membayangkan kehidupan yang ideal, yaitu kehidupan yang terbebas dari kecemasan dan kesengsaran.Terimalah hidup ini sebagaiman adanya dan beradaptasilah dengan lingkungan disekeliling anda.Anda tidak akan mendapatkan di dunia ini teman yang tanpa cela atau situasi yang sempurna, karena kesempurnaan adalah hal yang sangat asing dalam kehidupan ini.Perlu bagi kita untuk mengadakan perubahan-perubahan, seperti melakukan sesuatu yang mudah dan meninggalkan apa yang sulit, dan melupakan kesalahan yang diperbuat oleh orang lain.

Minggu, 27 Desember 2009

KH. Taufiqul Hakim, Penemu Metode Cepat Baca Kitab

Oleh: Abdul Rosyid
taufiqul_hakim, penemu Metode baca KitabSiapa sih yang tidak ingin bisa memahami tulisan-tulisan berbahasa Arab secara baik dan benar? Tidak ada yang bisa meragu, kitab suci Al-Qur’an dan teks-teks hadits Nabi serta sebagian besar khasanah keislaman disuguhkan dengan bahasa dan tulisan Arab. Ada yang berlebihan bahkan menyebut bahasa Arab sebagai bahasa surga.

Akan tetapi melihat huruf-huruf yang kelihatan ruwet dalam kitab-kitab kuning atau kitab gundul itu orang menjadi ngeri. Yang menakutkan lagi, jika orang ingin bisa berbahasa Arab harus mengeram berlama-lama di pesantren, sampai tua dan tidak sempat menikah.
Orang harus belajar ilmu nahwu, memutar-mutar harakat sampai ngelu; harus belajar ilmu sharaf yang menegangkan saraf, satu kata dibolak-balik menjadi puluhan kata, puluhan makna. Banyak yang ketakutan bahwa bahasa Arab adalah bahasa tersulit di dunia.


Hal itulah yang menginspirasi Taufiqul Hakim, seorang kiai muda usia, untuk menyusun metode pembelajaran kitab kuning secara cepat, tepat, dan menyenangkan. Metode itu diberi nama ”Amtsilati” yang terinspirasi dari metode belajar cepat membaca Al-Quran, yakni ”Qiro’ati”. Jika dalam metode Qiro’ati orang bisa belajar membaca Al-Qur’an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat membaca dan memahami kitab ‘gundul’ kitab tanpa harakat, kenapa tidak!!


“Terdorong dari metode Qiro’ati yang mengupas cara membaca yang ada harokatnya, saya ingin menulis yang bisa digunakan untuk membaca yang tidak ada harokatnya. Terbetiklah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran “ti” dari Qiro’ati.



Mulai tanggal 27 Rajab 2001, saya merenung dan bermujahadah, dimana dalam thoriqoh ada do’a khusus, yang jika orang secara ikhlas melaksanakannya, insya Allah akan diberi jalan keluar dari masalah apapun oleh Allah dalam jangka waktu kurang dari 4 hari. Setiap hari saya lakukan mujahadah terus-terusan sampai tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan Nuzulul Qur’an,” katanya.


”Saat mujahadah, kadang saya ke makam Mbah Ahmad Mutamakin. Di situ kadang seakan-akan berjumpa dengan Syekh Muhammad Baha’uddin An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutammakin dan Ibnu Malik dalam keadaan setengah tidur dan setengah sadar. Hari itu seakan-akan ada dorongan kuat untuk menulis. Siang malam saya ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27 Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Amtsilati tetulis hanya sepuluh hari.”


”Kemudian diketik komputer oleh Bapak Nur Shubki, kang Toni dan kang Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu hampir 1 tahun. Kemudian dicetak sebanyak 300 set. Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, kami gelar bedah buku di gedung Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Jepara, tanggal 16 juni 2002 diprakarsai Bapak Nur Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra.”


Diceritakan, Salah satu dari peserta bedah buku di Jepara kebetulan mempunyai kakak di Mojokerto yang menjadi pengasuh Pesantren. Beliau bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren “Manba’ul Qur’an”. Beliau berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab kuning Metode Amtsilati, tanggal 30 Juni 2002. untuk acara tersebut Bapak H. Syauqi Fadli sebagai donatur, menyarankan agar dicetak 1000 set buku Amtsilati dan sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara.


Dari Mojokertolah dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah di Jawa Timur melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang, Jember, dan Pamekasan Madura. Sampai saat ini Amtsilati telah tersebar ke pelosok Jawa, bahkan sudah sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Alhamdulillah telah dikenal di luar negeri, seperti Malaysia. Dalam waktu 4 tahun kitab amtsilati sudah diterbitkan tidak kurang dari 5 juta exemplar.


Kitab Amtsilati pertama kali digandakan dengan mesin foto copy. Hasil penjualannya dipakai untuk menggandakan Amtsilati di mesin percetakan. Kemudian, hasil penjualan selanjutnya digunakan untuk membeli mesin cetak sendiri. Setiap kali cetak sejumlah 5000 ekslempar. Pegawai percetakan adalah masyarakat sekitar, termasuk ibu-ibu rumah tangga.


***
Taufiqul Hakim lahir pada 14 Juni 1975 di Sidorejo RT. 03 RW. 12 Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Dia adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Dia bukan keterunan kiai atau bangsawan. Ayah dan ibunya hanya petani. Dari tujuh bersaudara hanya dia yang berprofesi sebagai seorang guru, dan saat ini dia dikenal sebagai kiai. Hal yang paling disesalinya adalah ketika ayahnya meninggal, dia tidak sempat ikut mengantarkan jenazah ayahnya karena harus menyelesaikan tugas belajar.


Dia adalah alumnus Perguruan Islam Matholiul Falah Kajen Pati. Ketika menjadi siswa di Matholiul Falah, dia juga nyantri di Pondok Pesantren Maslakhul Huda Kajen, yang diasuh oleh Rais “am PBNU KH. MA. Sahal Mahfudh. Pada tahun yang sama dia nyantri di Popongan Klaten, belajar Thariqah an-Nagsabandiyah dibimbing oleh KH. Salman Dahlawi, dan dinyatakan lulus setelah belajar selama 100 hari.


Selain sibuk mengajar dan mengisi pelatihan-pelatihan Amtsilati di berbagai kota di Indonesia dia juga tetap produktif menulis. Di antara karyanya adalah Program Pemula Membaca Kitab Kuning: Amtsilati jilid 1-5; Qaidati: Rumus dan Qaidah, Shorfiyah: Metode Praktis Memahami Sharaf dan I’lâl, Tatimmah: Praktek Penerapan Rumus 1-2, Khulashah Alfiyah Ibnu Malik, ‘Aqidati: Aqidah Tauhid, Syari’ati: Fiqih, Mukhtarul Hadits 1-7, Muhadatsah, Kamus At-Taufik 587 halaman, Fiqih Muamalah 1-2, Fiqih Jinayat, Fikih Taharah, Fikih Munakahat, Fikih Ubudiyah 1-2, dan beberapa kitab lainnya. Sudah ada sekitar 30 buku, dan masih terus menulis. “Di mana saja menulis, di mobil, di mana saja menulis. Kalau ada mud menulis, kalo tidak, ya tidak,” katanya.


Pesantren Darul Falah yang dipimpinnya kini membimbing tidak kurang dari 650 santri. Santri Darul Falah ada dua kategori: santri tetap dan santri kilatan. Santri tetap harus mengikuti semua aturan yang ada dalam program Amtsilati, sementara santri kilatan tidak diwajibkan banyak hafalan. Masa belajar bagi santri kilatan antara 1 minggu s.d. dua bulan saja.
Nama Al-Falah diambil dari nama pesantren Matholiul Falah, tempat dia pernah menjadi santri. Secara tidak resmi, Darul Falah ada sejak Taufiqul Hakim lulus dari Pesantren. Secara resmi, Darul Falah didaftarkan ke Notaris (Bapak H. Zainurrohman, S.H. Jepara) tanggal 01 Mei 2002 dengan nomor registrasi 02.


***
Awalnya Tufiqul hakim menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam atau syair dalam kitab Alfiyah yang disebut-sebut sebagai babonnya gramatikal arab itu tidak semuanya digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Dia menyimpulkan bahwa dari 1000 nazham Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nazham lainnya sekedar penyempurna. Dengan bekal hafalan dan pemahamannya terhadap kitab Alfiyah, dia mulai menyusun metode Amtsilati. Penyusunan tersebut dia mulai dari peletakan dasar-dasarnya kemudian terus berkembang sesuai kebutuhan.


Amtsilati memberi rumusan berpikir untuk memahami bahasa Arab. Di sana ada rumusan sistematis untuk mengetahui bentuk atau posisi satu kata tertentu. Hal ini dapat dilihat pada rumus utama isim dan fi’il atau tabel. Lalu juga ada rumus bayangan dhamīr untuk mengetahui jenis atau kata tertentu; penyaringan melalui dzauq (sensitivitas) dan siyāqul kalām (konteks kalimat).


Sebelum memasuki praktek, Amtsilati telah memberi rambu-rambu mengenai kata-kata yang serupa tapi tak sama (homonimi: homografi, homofoni). Kata-kata yang serupa ini bisa terjadi dari beberapa kemungkinan: isim; fi’il mādhi; fi’il mudhāri’; fi’il amar; isim fi’il; huruf; dhamīr; isyrāh; maushūl; dan lainnya. Rumus selengkapnya terangkum dalam buku Tatimmah 1 hal. 3-7, 10, 12, 15-34.


Kelebihan Amtsilati adalah peletakan rumus secara sitematis, dan penyelesaian masalah gramatikal Bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan. Selain itu, rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu “Rumus Qaidati” dan “Khulashah Alfiyah”. Diharapkan, para pemula tidak perlu bersusah-susah mempelajari bahasa Arab selama 3 sampai 9 tahun; cukup 3 sampai 6 bulan saj

Sabtu, 26 Desember 2009

Puasa 9 dan 10 Muharram

Di antara ibadat puasa yang disunatkan kepada umat Islam ialah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram. Ini kerana tarikh 10 Muharram (atau dinamakan hari ‘asyura yang bermaksud sepuluh) mempunyai nilai sejarahnya yang tersendiri di dalam sejarah manusia khususnya umat Islam. Manakala disunatkan juga berpuasa pada 9 Muharram sebagai mukhalafah (membezakan) di antara kaum Yahudi yang turut berpuasa pada 10 Muharram.
Di antara perkara penting yang berlaku pada 10 Muharram ialah Allah menyelamatkan Bani Israel dari kekejaman Firaun dan tentera-tenteranya serta menenggelamkan Firaun ke dalam laut akibat keingkaran dan keangkuhannya. Oelh yang demikian tarikh 10 Muharram ialah merupakan tarikh di mana bermulanya episod baru dalam kehidupan Bani Israel setelah berabad lamanya ditindas oleh rejim Firaun di bumi Mesir. Firman Allah SWT yang bermaksud : Dan Kami bawakan Bani Israil ke seberang Laut Merah, lalu dikejar oleh Firaun dan tenteranya, dengan tujuan melakukan kezaliman dan pencerobohan, sehingga apabila Firaun hampir tenggelam berkatalah ia (pada saat yang genting itu): “Aku percaya, bahawa tiada Tuhan melainkan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku adalah dari orang-orang yang berserah diri (menurut perintah)”. – Surah Yunus, ayat 90.
Manakala hujah yang menyatakan bahawa peristiwa ini berlaku pada tarikh 10 Muharram ialah hadis yang bermaksud : Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Sewaktu Rasulullah s.a.w tiba di Madinah, baginda mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Ketika ditanya tentang puasa mereka itu, mereka menjawab: Hari ini adalah hari kemenangan yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa a.s dan kaum Bani Israel dari Firaun. Kami merasa perlu untuk berpuasa pada hari ini sebagai suatu pengagungan kami padaNya. Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Kami lebih berhak daripada kamu dan Nabi Musa dalam hal ini. Kemudian baginda memerintahkan para Sahabat supaya berpuasa pada hari tersebut. – Hadis diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmizi. Kesemuanya di dalam Kitab Puasa.
Di dalam hadis yang tersebut di atas, Nabi SAW tidak menolak dakwaan Bani Israel bahawa pada tarikh 10 Muharram itu ialah tarikh di mana nabi Musa dan kaumnya diselamatkan oleh Allah SWT. Secara tidak langsung, perintah baginda supaya para sahabat berpuasa pada hari tersebut ialah satu pengiktirafan kepada dakwaan Bani Israel.
Manakala peristiwa lain yang berlaku pada 10 Muharram juga ialah pembunuhan Hussein RA di Karbala semasa perselisihan faham dengan tentera Yazid bin Muawiyah. Persitiwa ini membawa kesan besar di dalam sejarah yang seterusnya menjadi amalan penganut-penganut mazhab Syiah untuk merayakannya setiap tahun. Perayaan ini dapat dilihat dengan jelas di Iran dan sebahagian besar kawasan di Iraq.
Peristiwa lain yang dikatakan berlaku pada 10 Muharram ialah mendaratnya kapal Nabi Nuh as di atas bukit Judi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Nabi Nuh kemudiannya berpuasa pada hari tersebut sebagai tanda kesyukuran kepada Allah SWT. – Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, www.islamonline.net
Mengenai ibadat puasa pada hari ‘asyura ini, Syeikh Sayyid Sabiq di dalam kitabnya Fiqhus-Sunnah menyenaraikan beberapa hadis yang menyatakan kelebihan berpuasa pada hari tersebut. Antaranya :
  1. - Daripada Abu Hurairah RA : Rasulullah SAW ditanya, apakah solat yang paling afdhal selepas solat fardhu? Baginda menjawab, “Solat pada pertengahan malam.” Kemudian ditanya lagi, apakah puasa yang paling afdhal selepas puasa Ramadhan? Baginda menjawab, “(Puasa pada) bulan Allah yang kamu gelarkan sebagai Muharram” – Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan Abu Daud.
  2. - Daripada Muawiyah bin Abu Sufian bahawa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Hari ini ialah hari ‘asyura dan tidak diwajibkan ke tas kamu berpuasa sedangkan aku berpuasa. Maka barangsiapa yang ingin berpuasa, berpuasalah manakala barangsiapa yang ingin berbuka, berbukalah.”
  3. - Daripada Aisyah RA berkata, “Sesungguhnya hari ‘asyura merupakan hari yang berpuasa padanya kaum Quraisy di zaman Jahiliyyah. Adapaun Rasulullah SAW juga berpuasa padanya. Apabila baginda memasuki Madinah, baginda terus berpuasa dan memerintahkan manusia berpuasa. Apabila diwajibkan puasa Ramadhan, baginda bersabda, “Barangsiapa yang ingin berpuasa, teruskan. Barangsiapa yang ingin meninggalkan (juga dibolehkan). – Muttafaq ‘Alaih
  4. - Daripada Ibnu Abbas RA berkata : Nabi SAW memasuki Madinah dan melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘asyura. Baginda bertanya, “Apakah ini?” Mereka menjawab, “Ini ialah hari yang baik, Allah menyelamatkan di dalamnya Musa dan Babi Israel daripada musuh mereka, lalu Musa berpuasa.” Maka Rasulullah bersabda, “Kami lebih layak terhadap Musa daripada kamu.” Baginda kemudiannya berpuasa dan memerintahkan para sahabat berpuasa. – Muttafaq ‘alaih
  5. - Daripada Abi Musa Al-Asy’ari RA berkata, : “Ini ialah hari ‘asyura yang dimuliakan oleh kaum Yahudi dan dijadikan hari raya. Maka Rasulullah SAW berkata, “Berpuasalah kamu semua.” – Muttafaq ‘alaih
  6. - Daripada Ibnu Abbas RA berkata : Apabila Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘asyura dan memerintahkan para sahabat berpuasa padanya, mereka berkata : Wahai Rasulullah, ini ialah ahri yang dimuliakan oleh Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah SAW berkata, “Pada tahun hadapan – Insya Allah- kita berpuasa pada hari kesembilan.” Maka tidak tibanya tahun hadapan itu sehingga wafatlah Rasulullah SAW. – Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud. Di dalam lafaz yang lain disebut sabda Rasulullah SAW : “Seandainya aku masih hidup pada tahun hadapan, aku akan berpuasa pada hari kesembilan (iaitu bersama hari ‘asyura) – riwayat Ahmad dan Muslim.
Berdasarkan kepada hadis-hadis di atas, para ulama mengambil kesimpulan bahawa disunatkan berpuasa pada hari ‘asyura di dalam tiga kaedah :
  1. Puasa pada tiga hari iaitu 9, 10 dan 11 Muharram.
  2. Puasa pada hari ke 9 dan 10 Muharram
  3. Puasa pada hari ke 10 sahaja.
Seandainya timbul persoalan, bagaimanakah Nabi SAW menyontohi kaum Yahudi berpuasa pada 10 Muharram padahal baginda sendiri melarangnya di dalam sabdanya, “Berbezalah kamu dengan Yahudi serta Nasrani… berbezalah dengan Musyrikin..”. Maka kita menjawab bahawa puasa Nabi SAW pada 10 Muharram bukanlah semata-mata menyontohi kaum Yahudi bahkan kaum Quraisy telah terlebih dahulu berpuasa pada hari tersebut sebagaimana yang disebut di dalam hadis di atas yang diriwayatkan oleh Aisyah RA. Oleh yang demikian, dapat diambil kesimpulan bahawa sunnah berpuasa 10 Muharram dimulakan oleh syariat Nabi Ibrahim sebelum diamalkan oleh kaum Yahudi. – Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, www.islamonline.net
Manakala kelebihan beramal pada 10 Muharram disebut di dalam satu hadis yang bermaksud : “Sesiapa yang meluaskan (memudahkan urusan) ke atas dirinya serta ahlinya pada hari ‘asyura, Allah SWT akan meluaskan padanya sepanjang tahun..” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr. Hadis ini mempunyai sanad-sanad yang lain namun dikatakan kesemuanya ialah sanad yang dhoif. Bagaimanapun jika digabungkan sebahagiannya dengan yang lain, ia boleh diterima sebagai hadis yang kuat. – Syeikh Sayyd Sabiq, Fiqhus-Sunnah.
Adapun amalan masyarakat Melayu kita yang merayakan hari ‘asyura dengan mengadakan program membuat bubur ‘ayura adalah satu perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh baginda SAW. Apatah lagi jika dinisbahkan perbuatan tersebut kepada Nabi Nuh AS dengan mendakwa bahawa Nabi Nuh AS membuat bubur tersebut apabila turun dari kapal. Ia adalah satu dakwaan yang sama sekali tidak mempunyai sandaran di dalam agama. Oleh yang demikian, jika tetap mahu diadakan program membuat bubur tersbeut, perlulah diyakini bahawa ia tidak lebih dari program gotong-royong dan jamuan makan yang sememangnya digalakkan di dalam Islam. Manakala membuat bubur itu sendiri seandainya diyakini datang daripada sunnah Rasulullah SAW atau Nabi Nuh, maka ia adalah kepercayaan yang karut dan perlu diperbetulkan. Wallahu a’lam.
Ahmad Fadhli bin Shaari
Kairo, Mesir.


Hadits Arba'in

Syarah Hadits Arba'in

Jumat, 25 Desember 2009

Asyura Hari Solidaritas antar Umat Beragama


Bulan Muharram adalah bulan yang istimewa, menyimpan banyak makna yang patut ditafakkuri dan ditadabburi. Muharram tidak saja menandai awal tahun menurut penanggalan Islam, namun di dalamnya juga tersimpan hari mulia "Asyura" yang mencatat sejarah penting dan senantiasa dikenang dan diperingati oleh umat beragama samawi. Bulan Muharram adalah bulan yang istimewa, menyimpan banyak makna yang patut ditafakkuri dan ditadabburi. Muharram tidak saja menandai awal tahun menurut penanggalan Islam, namun di dalamnya juga tersimpan hari mulia "Asyura" yang mencatat sejarah penting dan senantiasa dikenang dan diperingati oleh umat beragama samawi. Hari Asyura dikenang sebagai hari dimana Allah menyelamatkan Nabi Nuh a.s. dari bencana banjir dan menenggelamkan musuh-musuh-Nya.
Asyura juga dikenang sebagai hari Allah menyelamatkan Musa a.s. dari kejaran Fir'aun dan tentaranya. Itulah sebabnya umat Yahudi dan umat Nasrani mengagungkan hari ini. Nabi Nuh dan Musa diriwayatkan melakukan puasa pada hari ini sebagai ekpresi syukur kepada Allah atas kemenangan yang diberikan kepadanya.
Umat Yahudi melakukan puasa pada hari Asyura dan menjadikannya sebagai hari raya. Konon kaum Quraish di masa jahiliyah juga melakukan puasa pada hari Asyura dan mereka menjadikannya hari keramat dimana pada hari itu mereka menjalankan tradisi mengganti kiswah Ka'bah.
Ketika Rasulullah berhijrah, beliau mendapati penduduk kota Madinah melakukan puasa pada hari Asyura. Seorang Yahudi mengatakan kepada Rasulullah bahwa Asyura adalah hari agung dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari ancaman musuhnya, sehingga Musa berpuasa pada hari itu, Rasulullah pun menjawab "Aku lebih berhak atas Musa dari kalian"(Sahihain), lalu beliau berpuasa dan memerintahkan umatnya berpuasa.
Pada masa awal Islam, puasa Asyura adalah wajib bagi setiap muslim hingga turun ayat yang mewajibkan puasa bulan Ramadhan. Di mata Rasulullah s.a.w. hari Asyura begitu istimewa, beliau senantiasa melaksanakan puasa pada hari ini dan memerintahkan umatnya berpuasa demi rasa solidaritasnya kepada saudara seperjuangannya Nuh dan Musa a.s., bahkan pada tahun terakhir kehidupan Rasulullah beliau bersabda "Insya Allah tahun depan saya juga akan berpuasa" (Ashab Sunan) namun ajal telah menjemput beliau sebelum sempat menyempurnakan tahun itu.
Asyura bagi umat Islam juga menampilkan kilas balik tragedi Karbala yang telah merenggut kedua cucu tercinta Rasulullah s.a.w, Hasan r.a. dan Husain r.a.. Lebih dari itu Karbala adalah tragedi yang menyadarkan kita betapa anarkisme, kekerasan dan tindakan tidak berperikemanusiaan telah menjadi noktah hitam sejarah umat Islam yang tidak akan pernah layak untuk terulang kembali.
Masyarakat kita juga banyak menjalankan beberapa tradisi beragam berkaitan dengan hari Asyura. Ini menandakan betapa mengakarnya hari Asyura dalam tradisi dan budaya sebagian masyarakat kita. Di atas makna dan peristiwa yang terjadi bersamaan dengan hari Asyura ini, kita disunnahkan untuk mendirikan ritual puasa.
Ada yang mengatakan puasa dilakukan pada tanggal 9 dan 10 Muharram karena keduanya pernah dilakukan Rasulullah dan sahabatnya. Namun ada yang mengatakan bahwa Asyura hanya tanggal 10 Muharram. Puasa yang kita lakukan, tentunya mempunyai kandungan makna yang cukup mendalam dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, karena menanamkan kepada kita nilai-nilai pengorbanan, perjuangan, solidaritas antar umat beragama, tenggang rasa dan yang terpenting semangat anti kekerasan dan anti anarkisme dalam setiap langkah upaya dan perjuangan kita.
Semoga puasa Asyura kita diterima Allah dan mampu mencerminkan makna yang terkandung di dalamnya. Wassalam
Muhammad Niam

KH. Taufiqul Hakim, Penemu Metode Cepat Baca Kitab

Diposting oleh Redaksi   
Sunday, 13 April 2008
Oleh: Abdul Rosyid
taufiqul_hakim, penemu Metode baca KitabSiapa sih yang tidak ingin bisa memahami tulisan-tulisan berbahasa Arab secara baik dan benar? Tidak ada yang bisa meragu, kitab suci Al-Qur’an dan teks-teks hadits Nabi serta sebagian besar khasanah keislaman disuguhkan dengan bahasa dan tulisan Arab. Ada yang berlebihan bahkan menyebut bahasa Arab sebagai bahasa surga.

Akan tetapi melihat huruf-huruf yang kelihatan ruwet dalam kitab-kitab kuning atau kitab gundul itu orang menjadi ngeri. Yang menakutkan lagi, jika orang ingin bisa berbahasa Arab harus mengeram berlama-lama di pesantren, sampai tua dan tidak sempat menikah.
Orang harus belajar ilmu nahwu, memutar-mutar harakat sampai ngelu; harus belajar ilmu sharaf yang menegangkan saraf, satu kata dibolak-balik menjadi puluhan kata, puluhan makna. Banyak yang ketakutan bahwa bahasa Arab adalah bahasa tersulit di dunia.


Hal itulah yang menginspirasi Taufiqul Hakim, seorang kiai muda usia, untuk menyusun metode pembelajaran kitab kuning secara cepat, tepat, dan menyenangkan. Metode itu diberi nama ”Amtsilati” yang terinspirasi dari metode belajar cepat membaca Al-Quran, yakni ”Qiro’ati”. Jika dalam metode Qiro’ati orang bisa belajar membaca Al-Qur’an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat membaca dan memahami kitab ‘gundul’ kitab tanpa harakat, kenapa tidak!!


“Terdorong dari metode Qiro’ati yang mengupas cara membaca yang ada harokatnya, saya ingin menulis yang bisa digunakan untuk membaca yang tidak ada harokatnya. Terbetiklah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran “ti” dari Qiro’ati.



Mulai tanggal 27 Rajab 2001, saya merenung dan bermujahadah, dimana dalam thoriqoh ada do’a khusus, yang jika orang secara ikhlas melaksanakannya, insya Allah akan diberi jalan keluar dari masalah apapun oleh Allah dalam jangka waktu kurang dari 4 hari. Setiap hari saya lakukan mujahadah terus-terusan sampai tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan Nuzulul Qur’an,” katanya.


”Saat mujahadah, kadang saya ke makam Mbah Ahmad Mutamakin. Di situ kadang seakan-akan berjumpa dengan Syekh Muhammad Baha’uddin An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutammakin dan Ibnu Malik dalam keadaan setengah tidur dan setengah sadar. Hari itu seakan-akan ada dorongan kuat untuk menulis. Siang malam saya ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27 Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Amtsilati tetulis hanya sepuluh hari.”


”Kemudian diketik komputer oleh Bapak Nur Shubki, kang Toni dan kang Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu hampir 1 tahun. Kemudian dicetak sebanyak 300 set. Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, kami gelar bedah buku di gedung Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Jepara, tanggal 16 juni 2002 diprakarsai Bapak Nur Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra.”


Diceritakan, Salah satu dari peserta bedah buku di Jepara kebetulan mempunyai kakak di Mojokerto yang menjadi pengasuh Pesantren. Beliau bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren “Manba’ul Qur’an”. Beliau berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab kuning Metode Amtsilati, tanggal 30 Juni 2002. untuk acara tersebut Bapak H. Syauqi Fadli sebagai donatur, menyarankan agar dicetak 1000 set buku Amtsilati dan sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara.


Dari Mojokertolah dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah di Jawa Timur melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang, Jember, dan Pamekasan Madura. Sampai saat ini Amtsilati telah tersebar ke pelosok Jawa, bahkan sudah sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Alhamdulillah telah dikenal di luar negeri, seperti Malaysia. Dalam waktu 4 tahun kitab amtsilati sudah diterbitkan tidak kurang dari 5 juta exemplar.


Kitab Amtsilati pertama kali digandakan dengan mesin foto copy. Hasil penjualannya dipakai untuk menggandakan Amtsilati di mesin percetakan. Kemudian, hasil penjualan selanjutnya digunakan untuk membeli mesin cetak sendiri. Setiap kali cetak sejumlah 5000 ekslempar. Pegawai percetakan adalah masyarakat sekitar, termasuk ibu-ibu rumah tangga.


***
Taufiqul Hakim lahir pada 14 Juni 1975 di Sidorejo RT. 03 RW. 12 Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Dia adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Dia bukan keterunan kiai atau bangsawan. Ayah dan ibunya hanya petani. Dari tujuh bersaudara hanya dia yang berprofesi sebagai seorang guru, dan saat ini dia dikenal sebagai kiai. Hal yang paling disesalinya adalah ketika ayahnya meninggal, dia tidak sempat ikut mengantarkan jenazah ayahnya karena harus menyelesaikan tugas belajar.


Dia adalah alumnus Perguruan Islam Matholiul Falah Kajen Pati. Ketika menjadi siswa di Matholiul Falah, dia juga nyantri di Pondok Pesantren Maslakhul Huda Kajen, yang diasuh oleh Rais “am PBNU KH. MA. Sahal Mahfudh. Pada tahun yang sama dia nyantri di Popongan Klaten, belajar Thariqah an-Nagsabandiyah dibimbing oleh KH. Salman Dahlawi, dan dinyatakan lulus setelah belajar selama 100 hari.


Selain sibuk mengajar dan mengisi pelatihan-pelatihan Amtsilati di berbagai kota di Indonesia dia juga tetap produktif menulis. Di antara karyanya adalah Program Pemula Membaca Kitab Kuning: Amtsilati jilid 1-5; Qaidati: Rumus dan Qaidah, Shorfiyah: Metode Praktis Memahami Sharaf dan I’lâl, Tatimmah: Praktek Penerapan Rumus 1-2, Khulashah Alfiyah Ibnu Malik, ‘Aqidati: Aqidah Tauhid, Syari’ati: Fiqih, Mukhtarul Hadits 1-7, Muhadatsah, Kamus At-Taufik 587 halaman, Fiqih Muamalah 1-2, Fiqih Jinayat, Fikih Taharah, Fikih Munakahat, Fikih Ubudiyah 1-2, dan beberapa kitab lainnya. Sudah ada sekitar 30 buku, dan masih terus menulis. “Di mana saja menulis, di mobil, di mana saja menulis. Kalau ada mud menulis, kalo tidak, ya tidak,” katanya.


Pesantren Darul Falah yang dipimpinnya kini membimbing tidak kurang dari 650 santri. Santri Darul Falah ada dua kategori: santri tetap dan santri kilatan. Santri tetap harus mengikuti semua aturan yang ada dalam program Amtsilati, sementara santri kilatan tidak diwajibkan banyak hafalan. Masa belajar bagi santri kilatan antara 1 minggu s.d. dua bulan saja.
Nama Al-Falah diambil dari nama pesantren Matholiul Falah, tempat dia pernah menjadi santri. Secara tidak resmi, Darul Falah ada sejak Taufiqul Hakim lulus dari Pesantren. Secara resmi, Darul Falah didaftarkan ke Notaris (Bapak H. Zainurrohman, S.H. Jepara) tanggal 01 Mei 2002 dengan nomor registrasi 02.


***
Awalnya Tufiqul hakim menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam atau syair dalam kitab Alfiyah yang disebut-sebut sebagai babonnya gramatikal arab itu tidak semuanya digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Dia menyimpulkan bahwa dari 1000 nazham Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nazham lainnya sekedar penyempurna. Dengan bekal hafalan dan pemahamannya terhadap kitab Alfiyah, dia mulai menyusun metode Amtsilati. Penyusunan tersebut dia mulai dari peletakan dasar-dasarnya kemudian terus berkembang sesuai kebutuhan.


Amtsilati memberi rumusan berpikir untuk memahami bahasa Arab. Di sana ada rumusan sistematis untuk mengetahui bentuk atau posisi satu kata tertentu. Hal ini dapat dilihat pada rumus utama isim dan fi’il atau tabel. Lalu juga ada rumus bayangan dhamīr untuk mengetahui jenis atau kata tertentu; penyaringan melalui dzauq (sensitivitas) dan siyāqul kalām (konteks kalimat).


Sebelum memasuki praktek, Amtsilati telah memberi rambu-rambu mengenai kata-kata yang serupa tapi tak sama (homonimi: homografi, homofoni). Kata-kata yang serupa ini bisa terjadi dari beberapa kemungkinan: isim; fi’il mādhi; fi’il mudhāri’; fi’il amar; isim fi’il; huruf; dhamīr; isyrāh; maushūl; dan lainnya. Rumus selengkapnya terangkum dalam buku Tatimmah 1 hal. 3-7, 10, 12, 15-34.


Kelebihan Amtsilati adalah peletakan rumus secara sitematis, dan penyelesaian masalah gramatikal Bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan. Selain itu, rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu “Rumus Qaidati” dan “Khulashah Alfiyah”. Diharapkan, para pemula tidak perlu bersusah-susah mempelajari bahasa Arab selama 3 sampai 9 tahun; cukup 3 sampai 6 bulan saj

Intelektual Muda Bertasawuf? Kenapa Tidak!

E-mail Cetak PDF
Disadari atau tidak, saudara-saudara kita yang datang untuk belajar dzikir kepada wali mursyid Pangersa Abah Anom dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori:
Pertama, adalah orang-orang yang datang kepada Pangersa Abah dengan membawa segudang masalah, diantara mereka memiliki masalah dengan ketergantungan pada narkoba, tidak sedikit yang memiliki masalah dengan kesehatan fisik dan mentalnya, masalah rumah tangga seumpama belum punya pasangan, baru bercerai, kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain. Juga banyak yang memiliki masalah ekonomi, semisal baru di-PHK dari kantornya, salah mengurus perusahaan hingga menjadi bangkrut, problem dengan teman kerja dan atasan dan sebagainya. Banyak juga diantara mereka yang datang kepada Pangersa Abah untuk mempertahankan posisinya di kantor atau organisasi agar tetap dalam posisi itu, atau yang sedang mengejar-ngejar posisi atau jabatan tertentu.
Kedua, orang yang datang kepada Pangersa Abah karena ia memang berlatar belakang santri. Di kalangan santri tradisional biasanya belum lengkap jika ilmu-ilmu yang sudah ada padanya tanpa dilengkapi ilmu batin. Entah untuk sekadar olah kanuragan atau memang ia sudah terbiasa merafalkan wirid-wirid. Sehingga dengan tambahan wirid dari Pangersa Abah Anom diantara mereka ada yang meningkat kepercayaan dirinya.
Terakhir, orang yang datang kepada Pangersa Abah yang memang sedang dalam proses pencarian spiritual. Diantara mereka datang kepada Pangersa Abah karena baru saja mengalami pengalaman spiritual tertentu yang dalam proses selanjutnya merasa harus menemui Pangersa Abah atas dorongan pengalaman spiritual itu. Atau yang datang kepada Pangersa Abah atas dorongan proses studi intelektualitas. Mereka melakukan penelitian ilmiah secara intensif mengenai ajaran Pangersa Abah dan komunitas yang beliau pimpin, yang pada akhirnya membawa mereka pada pengalaman-pengalaman batin yang menyejukkan. Pun orang yang datang kepada Pangersa Abah atas dorongan tambahan bekal untuk pengembangan dakwah islamiyah di masyarakat.
Berbagai solusi pun diberikan Pangersa Abah, disesuaikan dengan niatan awal orang-orang yang datang kepada beliau. Untuk golongan pertama cocok untuk mereka solusi pragmatis yang bersifat instan dan hal-hal ajaib. Untuk golongan kedua solusi yang membawa pada ketentraman batin tepat sekali. Sedangkan untuk golongan ketiga mereka akan merasakan jawaban-jawaban substansial atas pertanyaan-pertanyaan selama ini melalui proses pencarian hakikat dengan mempraktekkan seluruh ajaran dari Pangersa Abah.
Memperhatikan ketiga kategori ini maka segmen dakwah TQN pun mengkristal pada kalangan-kalangan sebagai berikut:
  • Masyarakat Awam
  • Pelajar dan Mahasiswa
  • Tokoh-tokoh yang berpengaruh di masyarakat
  • Ilmuwan dan Profesional
Diibaratkan sebuah piramida, kalangan pertama adalah kalangan yang paling banyak dan berada pada lapisan terbawah, lapisan diatasnya jumlahnya agak lebih sedikit dibanding yang pertama. Diatasnya lagi kelompok ketiga. Posisi teratas ditempati oleh kelompok keempat. Untuk memperkokoh, memperluas dan meningkatkan bangunan piramida, kita harus mempertinggi puncak dan memperluas landasannya. Agar dakwah TQN semakin meluas dan diterima seluruh kelompok masyarakat, kita harus banyak menjaring keempat kelompok diatas.
Kelompok pertama adalah kelompok yang banyak berdatangan kepada Pangersa Abah tanpa melalui proses ‘penjaringan’ tertentu. Mereka bisa datang langsung dan belajar dzikir dilatarbelakangi oleh berbagai masalah yang mereka hadapi. Sedangkan tiga kelompok sisanya memerlukan pendekatan yang bersifat ilmiah dan rasional. Untuk ketiga kelompok inilah program dakwah TQN Jakarta difokuskan.
Agar dakwah TQN mampu menembus tiga kelompok ini maka para muballigh-muballighah TQN butuh pembekalan yang konstruktif, kolektif dan tepat sasaran. Untuk itu perlu berbagai pelatihan bagi para muballigh-muballighah dalam rangka pembekalan itu, semisal pelatihan dakwah transformatif, pelatihan imam khataman dan petugas manaqib, pelatihan-pelatihan yang bersifat peningkatan wawasan keagamaan, pelatihan-pelatihan bersifat psikologi semacam hypnotherapy, NLP, Spiritual Thinking dan lain-lain.
Gerakan dakwah yang menembus kalangan pelajar SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi sudah banyak dilakukan oleh kalangan aktivis islam dari berbagai macam organisasi. Mereka masuk melalui badan kerohanian Islam (rohis) di sekolah-sekolah atau kampus. Mereka berikan doktrin-doktrin keagamaan yang beragam, dari yang lembut hingga yang paling ekstrim. Dari hasil binaan melalui rohis ini banyak hal-hal positif bermunculan. Tidak sedikit kaum muda yang bergabung dalam rohis pengetahuan keagamaannya semakin meningkat. Bahkan tidak jarang diantara mereka menjadi aktivis dakwah sehingga bermunculan kader-kader dakwah yang berkelanjutan.
Sayangnya, gerakan ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu yang mempunyai agenda dan idealisme tertentu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebhinekaan dan persatuan nasional. Alhasil, belum lama ini kita saksikan dalam pemberitaan di media-media nasional bahwa eksekutor bom berdaya ledak tinggi di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada 17 Juli 2009 lalu adalah anak-anak muda yang baru saja lulus SLTA. Mirisnya, kedua eksekutor ini adalah aktivis kegiatan islam di lingkungannya masing-masing.
Menyikapi fenomena tersebut Korwil Jakarta merasa terpanggil untuk membenahi pola pembinaan islam pada kader-kader muda yang potensial ini. Jika kelompok-kelompok ekstrim mampu masuk ke kalangan mereka, mengapa tasawuf tidak? Tentu harus dipikirkan pola apa yang cocok agar kalangan pelajar dan mahasiswa mampu memahami ajaran tasawuf.
Pelatihan semisal kursus tasawuf tingkat dasar untuk para ikhwan-akhwat pemula dan yang belum pernah talqin dzikir kiranya cocok untuk menjaring kelompok pelajar dan mahasiswa. Hal ini pernah diujicobakan kepada mereka melalui program Pesantren Qalbu di beberapa SMP Negeri di Jakarta Pusat, SMK Negeri di Jakarta Utara dan beberapa kampus di Jakarta Pusat dan Utara. Hasilnya cukup memuaskan. Paling tidak mereka memahami bahwa sesungguhnya ada hal lain selain kajian fiqih dan aqidah dalam Islam, yakni ketasawufan yang merupakan inti dari pengamalan keislaman.
Tentu saja ini perlu disebarluaskan dan ditingkatkan kuantitasnya di berbagai belahan wilayah kota di DKI Jakarta. Karena itu pula, tepat sekali apabila kursus-kursus singkat dasar ketasawufan ini diperkenalkan kepada sekolah-sekolah tingkat SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi dengan promosi yang gencar dan terintegrasi. Perlu diingat, pola penyampaiannya pun harus disesuaikan dengan bahasa yang mereka fahami. Dengan demikian akan semakin banyak kalangan pelajar dan intelektual muda yang familiar dengan tasawuf.

Kamis, 24 Desember 2009

KARAKTERISTIK BULAN MUHARRAM

Ditulis oleh Abdul Kholiq Saman   
Sekarang kita berada di Bulan Muharram, yaitu bulan pertama dalam kalender Hijriah. Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan haram (suci), sebagai mana yang difirmankan oleh Allah:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُم.ٌ( التوبة: 36)
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram". (At-Taubah: 36).
Semua ahli tafsir sepakat bahwa empat bulan yang tersebut dalam ayat di atas adalah Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab.

Ketika haji wada’ Rasulallah bersabda:

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ [... السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ ...].

Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda: “Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).

Dalam hadist di atas Nabi SAW hanya menyebut nama empat bulan, dan ini bukan berarti selain dari nama bulan yang disebut di atas tidak suci, karena bulan Ramadhan tidak disebutkan dalam hadist diatas. Dan kita semua tahu bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesucian, ada Lailatul Qadar, juga dinamakan dengan bulan rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka.

Ibnu Rajab al-Hambali ( 736 – 795 H ) mengatakan, Muharam disebut dengan syahrullah (bulan Allah) karena memiliki dua hikmah. Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam. Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah SWT dalam mensucikankan bulan Muharam.

Bulan Muharram mempunyai karakteristik tersendiri, dan diantara karakteristik bulan Muharram adalah:

Pertama: Semangat Hijrah
Setiap memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik. Kita seharus merenung kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah. Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama 'Tahun Muhammad' atau 'Tahun Umar'. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).

Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura) Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.

Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya ia berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu.

Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai zaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Beliaulah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Dalam sejarah hijrah nabi dari Makkah ke madinah terlihat jalinan ukhuwah kaum Ansor dan Muhajirin yang melahirkan integrasi umat Islam yang sangat kokoh. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani. Bisa dimengerti, jika umat Islam dewasa ini tidak disegani musuh-musuhnya, menjadi umat yang tertindas, serta menjadi bahan permainan umat lain, antara lain akibat jalinan ukhuwah Islamiyah yang tidak seerat kaum Mujahirin-Anshar.

Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang lebih baik. Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Hadis Rasulullah yang sangat populer menyatakan, ''Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung”.

Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.'' Oleh karena itu, sesuai dengan firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (الحشر18)
''Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi hari esok (alam akhirat) dan bertakwalah, sesungguhnya Allah maha tahu dengan apa yang kamu perbuatkan''. (QS. Al-Hasyar: 18).


Karakteristik Kedua: Di sunnahkan berpuasa
Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari 'asyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa AS.

Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah SAW bertanya, "Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?" Mereka menjawab, "Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir'aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa."Rasulullah SAW bersabda, "Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian." (HR. Abu Daud).

Puasa Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan. Rasululllah SAW bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله : أفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله الذي تدعونه المحرم، وأفضل الصلاة بعد الفريضة قيام الليل .
Dari Abu Hurairah RA, Rasululllah SAW bersabda: “Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa dibulan muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’ ).
Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah 'asyuura.
Aisyah RA pernah ditanya tentang puasa 'asyuura, ia menjawab, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam." (HR Muslim).
Dalam hadits lain Nabi juga menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘asyura (10 Muharram) bisa menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat.
عن أبي قتادة رضي الله عنه قال : سُئل النبي صلى الله عليه وسلم عن صيام يوم عاشوراء ، فقال : إني أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله . رواه مسلم
Dari Abu Qatadah RA, Rasululllah SAW ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: ”Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat” (HR. Muslim).
Disamping itu disunnahkan untuk berpuasa sehari sebelum ‘Asyura yaitu puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram, sebagaimana sabda Nabi SAW yang termasuk dalam golongan sunnah hammiyah (sunnah yang berupa keinginan/cita2 Nabi tetapi beliau sendiri belum sempat melakukannya):
Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW melakukan puasa 'asyuura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, "Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda, "Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam." Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud).

Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam.

Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Puasalah pada hari 'asyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum 'asyuura dan sehari sesudahnya." (HR Ahmad).

Ibnu Sirrin berkata: melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharam. Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal sepuluh. (Majmuu' Syarhul Muhadzdzab VI/406) .


Mudah-mudahan dengan masuknya awal tahun baru hijriyah ini, kita bisa merancang hidup kita kedepan agar lebih baik dan bermanfaat bagi umat manusia, yakni mengubah perilaku buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

ILMU TANPA GURU

  Oleh: SantriBuntet

MUNGKINKAH ilmu tanpa guru. Ternyata ada! Bahkan ilmu yang paling penting di jagad dunia akherat itu diperoleh tanpa perantaraan guru. Dalam bahasa pesantren disebut ilmu laduni. Tentu saja tidak mudah memperoleh ilmu ini. Namun siapapun bisa mendapatkannya. Mau tahu, mari kita simak apa pendapat ulama tentang ini.

Salah satu ilmu yang diperoleh tanpa guru adalah ilmu  taqwa ia yang mampu mengubah seseorang  tanpa guru tetapi  langsung dari Allah SWT. Pertanyannya, taqwa yang bagaimanakah yang akan menghasilkan ilmu tanpa guru. Apakah mungkin mendapat¬kan ilmu tanpa guru, ilmu macam apakah yang akan diperleh dan bagaima¬nakah upaya mendapatkannya, serta Jalan apa¬kah yang harus ditempuh. Sederetan perta¬nyaan ini Insya Allah akan terjawab dalam uraian di bawah ini.


Taqwa Melahirkan Ilmu
Ada dua ayat al Qur’an yang membuktikan bahwa taqwa akan mendatangkan ilmu dalam hati manusia. Pertama: ayat di atas QS. Surat Al Anfal:29: "Jika engkau bertaqwa kepada Allah SWT nicaya akan engkau anugerahi furqon di hatimu." Furqon di sini menurut sumber yang tercantum dalam kitab "Marooqi al 'Ubudiyah" diartikan dengan pemahaman ilmu yang terhujam di dalam hati bukan di dalam pikiran. Ilmu ini didapat langsung dari sumbernya yaitu Allah tanpa melalui perantaraan seorang guru.



Kutipan asli dari kitab tsb. sebagai berikut:


اِنْ تَتَّقُوااللهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا أَيْ فَهْمًا فِى قُلُوْبِكُمْ تَأْخُذُوْانَهُ عَنْ رَبِّكُمْ مِنْ غَيْرِ مُعَلِّمٍ. وَقَالَ تَعَالىَ وَاتَّقُوااللهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللهَ أيْ بِغَيْرِ وَاسِطَةِ مُعَلِّمِ.
 


Kedua: QS: Al Baqarah:282


وَاتَّـقُوااللهَ وَيُعَلِّمُـكُمُ اللهَ
 




Artinya: “Bertaqwalah kepada Allah niscaya Allah mengajarkanmu.” (QS. Al Baqarah:282)


Pada ayat pertama, orang yang bertaqwa akan dianugerahi furqon, semacam pengetahuan yang hadir dalam hati sedangkan pada ayat kedua lebih tegas Allah menyebutkan ilmu pengetahuan dengan ungkapan “yu’allimu” atau mengajari. Jadi orang yang bertaqwa hidupnya akan diajari langsung oleh Allah swt. tanpa perantaraan guru. Sebab taqwa itu tidak ada gurunya sedangkan ilmu lain ada gurunya. Sebab taqwa itu adanya di hati makanya ungkapan Rasul tentang taqwa adalah : إستفتى قلبك ( mintalah fatwa kepada hatimu)


Singkatnya, boleh jadi, orang yang sudah memperoleh furqon dan yu’allimu nisaya pengetahuan yang dimilikinya bersumber dari Allah dan pasti benar adanya. Di samping itu hidupnya akan terbimbing dengan sendirinya. Penuh keberkahan dan kebahagiaan. Orang-orang sholeh sungguh-sungguh berusaha mendambakan posisi seperti ini. Dalam hati mereka dipenuhi oleh sinar ilmu dari Allah swt. Semua memahami bahwa jika hati seseorang sudah tersinari ilmu Allah niscaya segala tindakannya pun akan terbimbing dengan sendrinya.


Upaya Memperoleh Ilmu
Untuk mendapatkan ilmu yang terhujam di dalam hati tanpa melalui perantaraan guru ini memerlukan syarat yaitu taqwa, seperti yang tercantum dalam ayat di atas. Namun taqwa yang bagaimana yang mesti dilakukan oleh kita sehingga mampu mendapatkan ilmu langsung dari Allah swt. Apakah taqwa yang diartikan seperti mening¬galkan larangan dan mengerjakan perintahnya. Atau taqwa yang bagaimana. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat disimak petunjuk Imam Malik ra dalam kitab yang sama:


مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَثَهُ اللهُ عِلْمَ مَالَمْ يَعْلَمْ.
 


Artinya: “Barangsiap yang mempraktekkan ilmu yang telah diperolehnya, niscaya Allah akan mewarisi ilmu pengetahuan yang sama sekali belum pernah diketahuinya.”


Petunjuk imam Malik tersebut cukup jelas memberi pedo¬man ringkas bagaimana cara mendapatkan janji Allah bahwa orang yang bertaqwa akan diberi ilmu pengetahuan. Dan cara untuk mendapatkan tingkat tersebut cukup sederhana yaitu dengan mengamalkan saja ilmu yang sudah diper¬oleh dari guru dimana kita belajar meskipun sedikit namun ilmu itu dikerjakan terus-menerus dengan sabar tanpa henti. Pada akhirnya dengan sendirinya akan sampai ke sana. 


Karena itu, tidaklah perlu mendahulukan mencari ilmu seperti amal-amalan yang justru akan menyusahkan sendiri dalam mengerjakannya. Namun yang penting dahulukan saja mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah ada meskipun sendikit tapi benar-benar dipraktekkan dalam setiap siklus kehidupan.
 

Syari’ah, Tariqah dan Hakekat
 
Masih dalam kitab “Marooqi al ‘Ubudiyah” ketika menjelaskan ungkapan imam Malik ra. tersebut ternyata sarat dengan makna. Misalnya ungkapan ‘amila’ diartikan dengan ‘thariqah’; ‘alima’ diartikan ‘syariat’ dan ‘waratsa Allah ‘ilma maa lam ya’lam’ diartikan sebagai hakikat.


Singkatnya, penjelasan dalam kitab tersebut menunjukan bahwa dengan mempraktekkan ilmu berarti masuk dalam thariqah dan pada saat yang sama, orang yang tengah mengamalkan ilmu yang diperoleh dari pengetahuan sehari-hari misalnya dari guru atau sumber lainnya, maka berarti tengah menjalani kehidupan syariat. Selanjutnya, tingkat akhir, ketika Allah mewarisi ilmu yang telah dijanjikan bagi yang yang bertaqwa berupa ilmu yang belum diketahui, berarti orang tersebut sudah masuk dalam suatu kehidupan puncak yaitu memperoleh hakekat dari Allah SWT, hakikat itu misalnya ma’rifat dan lain sebagainya yang jelas banyak sekali kelebihan yang terpancar dalam setiap tindakan dan ucapan orang tersebut.


Dari penjelasan terakhir tersebut dapat ditarik pengertian pula bahwa hidup bertariqat itu seharusnya lebih didahu¬lukan daripada hidup dengan syariat. Dasarnya adalah dari ungkapan Imam Malik ra bahwa harus beramal lebih dahulu. Disamping itu contoh Rasulullah saw sebelum diangkat menjadi Rasul beliau menjalani hidup berthariqot. Sejarah membuktikan beliau berdiam di gua hira. Setelah sekian lama kemudian Rasul mendapatkan hakekat dengan diberi wahyu.


Ini berarti bahwa antara syariat, tharikat dan hakikat merupakan rangkaian kesatuan yang tidak bisa dilepaskan guna memperoleh ilmu dari Allah. Jika hanya sampai kepada syariat tentu masih kurang, begitu juga jika hanya sampai kepada tariqat berarti perjalanan masih panjang. Maka untuk mewujudkan ketiganya, jadikan diri kita untuk terus-menerus bertakwa diiringi dengan mempraktekkan ilmu – ilmu yang pernah kita dapat.


Jadi ternyata ilmu taqwa, sabar, tawakkal dan segala macam ilmu hati tidak bisa diajarkan oleh kyai sekalipun. Guru-guru yang yang ada justru sebagai pemberi informasi kitalah yang menentukannya. Hanya kepada ALlah jua lah semua ilmu dikembalikan, dan Hanya DIa yang bisa memberikan ilmu yang hakiki. Wallahu a’lam bimuroodih. (MK)


Penulis, alumni MANU Buntet Pesantren, penggemar ngaji pengenya sampai tua.... 
 

SYETANPUN BERMANFAAT

Diposting oleh Redaksi   
Thursday, 13 November 2008
Oleh: Santri Buntet
syetan
Artinya: “Tidaklah sia-sia Tuhan menciptakan segala sesuatu” (Al Qur’an)
Benarkah syetan itu bermanfaat bagi manusia; bukankah Tuhan menciptakan syetan sebagai musuh yang nyata; dan bukankah Tuhan memerintahkan manusia agar menjauhinya; Sebab pekerjaan syetan adalah menggoda manusia secaraa profesional. Termasuk ngeblog inipun diharamkan karena sytenkah?


Hampir 24 jam mereka terus-menerus merongrong manusia termasuk aktivitas dakwahagar melupa kan Tuhan dan berusaha membuat kegelapan di dalam hati nya. Pekerjan syetan baru berhenti manakala manusia telah meninggalkan dunia sebab mereka memiliki cita-cita yang kuat yaitu mencari teman sebanyak-banyaknya di neraka dari golongan jin dan manusia. Lalu apakah sisi manfaat dari syetan.
Kita mengetahui bahwa kedudukan manusia akan meningkat derajatnya (maqamnya) semata-mata karena mampu melewati rintangan hawa nafsu dan godaan syetan. Sebalik nya, manusia pun bisa menduduki derajat yang paling rendah bahkan lebih rendah daripada binatang dengan sebab syetan.
Singkatnya, keberadaan syetan boleh jadi harus disyukuri bagi orang-orang yang menuju Tuhan. Sebab tanpa gangguan dan godaan mereka manusia tidak akan meningkat derajatnya di sisi Tuhan sebagaimana keduduk an para malaikat di sisi Tuhan tidak naik dan turun derajatnya sebab golongan malaikat tidak digoda oleh syetan.


ZARIMA dulu dikenal si RATU EKSTASSI
Memahami Karakter Syetan
Syetan mestinya harus dipahami karakter dan tipologinya, sebab dalam teori berperang Tsun Tsu (Ahli Strategi perang Kaisar China masa lalu yang teorinya terkenal dan dipakai untuk bisins, politik dll hingga saat ini). Dalam teorinnya, mensyaratkan bahwa bila mau bertempur mutlak harus memahami karakter musuhnya sebelum bertempur.



Tanpa memahami karakternya, sulit sekali mengatasi medan pertempuran. Karena syetan menurut Tuhan adalah musuh yang nyata bagi manusia, selayaknya kita mesti memahami betul karakter syetan agar kita mampu memenangkan medan pertempuran. Seperti ditulis berita, ada yang mampu menahan godaan ada yang tidak kuat.


Dalam kitab Nuzhatul Majalis, pengarang kitab mengutip pendapat Imam Fakhrurrozi tentang karakter syetan dan liku-likunya. Ada tiga pintu di mana syetan berusaha menembusnya: Syahwat, Marah dan Hawa.




Apakah ini pekerjaan syetan???
1. SYAHWAT
Syetan mampu menembus sistem pertahanan manusia melalui pintu syahwatSeolah-olah syetan paham betul bahwa syahwat manusia mampu memproduksi output yang dahsyat yaitu sifat Dholimu linafsih (kekuatan merusak diri sendiri). Mirip virus yang masuk ke dalam program komputer, syetan yang berupa virus ini mampu merusak program dan dengan sendirinya komputer menjadi telmi (telat mikir) bahkan mampu menghancurkan data-data penting.


2. MARAH
Bila pintu pertama sudah berhasil dilumpuphkan, syetan berusaha memasuki pintu lapisan kedua yaitu marah (ghodob). Di sini syetan membutuhkan mediator (perantara) untuk menduplikasi (memfoto kopi) sifat daya perusak itu melalui marah. Sebab sifat marah ini mampu menghasilkan kekuatan Doholimu lighoirih  (kekuatan merusak orang lain).



Ini pun hampir mirip virus yang sudah masuk ke system komputer, bila berhasil melumpuhkan satu komputer, dia akan menduplikasikan dirinya kepada komputer lain. Sehingga apabila ada komputer yang tersambung dengan komputer yang ada virusnya dipastikan akan ketulararn begitu seterusnya ibarat reaksi fusi. Reaksi yang bermula dari satu dan bersinergi sehingga menjadi berlipat-lipat seperti bola salju.

Fariz RM pun suka Narkoba?
3. HAWA
Maksudnya bukan wanita yang bisa dikenal 12 langkah. Tapi hawa ini adalah lapisan pintu ketiga apabila berhasil memasuki pintu pertama dan kedua. Syetan membutuhkan kekuatan hawa karena kekuatan ini mampu memprouksi suatu karakter yang mampu melawan Yang Maha Menciptakan (kufur/syirik). Dan kufur ini adalah senjata ampuh untuk melumpuhkan manusia. Kufur dalam bahasa kita  disebut tertutup.



Terbang dengansayap
Sifat ini mampu menutupi hati untuk menerima sinar dari Tuhan, Rasul dan petunjuk agama lainnya. Jadi dipastikan bila manusia memiliki daya kufur (menutup), dan hatinya telah gelap, maka syetan dengan leluasa hidup dengan tenang di hati manusia yang telah gelap-gulita ini.


Usaha syetan berikutnya adalah menutup rapat-rapat jangan sampai ada sinar masuk ke dalam hatinya sekecil apapun. Mulai jiwanya dipengaruhi, hingga tubuhnya pundigerogoti sedikit-demi sedikit atau sekaligus. Sebab bila ada sinar memancar sedikit saja niscaya akan nampak isi dalam hati manusia meskipun samar-samar. Ini tidak dikehendaki oleh syetan. Dengan kegelapan ini syetan dengan leluasa berdugem-ria dan mengendalikan manusia robot yang remote controlnya dipegang syetan.


Bagaimana menurut Anda?


Penulis adalah Alumni/asli Buntet Pesantren Cirebon.  Materi ini hasil kajian para asatidz dari  Buntet Pesantren di Jakarta.